Jumat, 31 Januari 2014

Cinta dan Secangkir Hazelnut

Siapa yang tahu, aku yang duduk di pojokan café kampus malam ini seperti terlihat tenang. Padahal dalam diriku, tak sedetikpun dadaku ini berdekup secara biasa. Selain dag-dig-dug, panas dingin yang aku rasakan membuat hot coklat di hadapanku rasanya hambar “hati memang tak bisa di bohongi” gumam hatiku.
Hot coklat, aku menyukainya seiring kemunculan lelaki yang aku sukai belum lama ini, padahal aku yang sering lembur dan begadang, lebih sering memesan kopimilk untuk mengiringi hidupku. Dia memang bukan laki-laki ekstream yang minum minuman yang menurutnya “berat” seperti kopi, laki-laki itu oriental berwajah biasa, sesederhana hot coklat yang aku pesan ini, tak menuntut banyak pada diriku.
“Hari telah berganti, tak bisa kuhindari, tibalah saat ini bertemu dengannya,
 Jantungku berdekup cepat, kaki bergetar hebat. Akankah aku ulangi merusak harinya.
Oh,..Tuhan untuk kali ini saja beri aku kekuatan untuk menatap matanya
Mohon Tuhan untuk kali ini saja lancarkan hariku, hariku bersamanya……, hariku bersamanya.
Lantunan lagu Sheila On 7 di Café ini malah membuatku makin, salting. “Duh, kenapa suasana Café  malam ini jadi menggambarkan diriku?, “ umpatku dalam hati
Di Café tanpa nama ini aku selalu berharap, berharap melihatnya lagi, ngobrol lagi dan berharap ia menyapaku lagi seperti waktu itu.
Hampir setiap minggu, ku relakan uangku berlalu, yang penting aku bisa duduk di sini menunggunya dan melihat sosoknya lagi.
Semakin malam, Café mulai ramai. Dengan interiornya yang sedanya itu, mungkin cocok juga  kalau aku namai café ini “Café patah hati”.
Lihat saja dekat jendela di pojok ruangannnya itu, kursi hitam dan meja bundar kecil dibiarkan menghadap danau dan lampu-lampu taman. Di sisilain, kursi-kursi kecil dengan kaki yang tinggi menghadap meja panjang dekat writes, belum lagu lampu-lampu café yang temaram menyengajakan dirinya sangat privasi melenakan kesendirian seseorang. Café ini memang paling cocok untuk orang yang menunggu kehadiran seseorang sepertiku.
Menunggu?, benarkah perempuan hanya ditakdirkan untuk menunggu. Ah, konyol sekali rasanya kalau perempuan yang harus menyatakan cinta lebih dulu. Itu memang aturan tua di negera ini, meski aku tak tau dari mana aturan itu berasal.
Aku menaruh kepala di atas meja, memandang ke luar jendela dengan putus asa. Apakah yang aku lakukan ini bodoh Tuhan? Bolehkah aku tak  mempercayai aturan itu? Menunggunya setiap Sabtu dengan harapan dan keajaiban, kalau saja dengan tiba-tiba laki-laki itu menyapaku hangat, mengajaku menikmati hot coklat setiap pagi.
Tapi akankah ia akan datang?. Ku lihat danau dihadapanku muram, kini wajahnya penuh riak cahaya lampu jalanan, aku malah makin frustasi saja.
Aku jadi ingat apa yang dibilang teman-teman cowok padaku. “Orang ganteng akan mencari pacar orang cantik. Karena kalau ada orang jelek mencari pacar orang cakep, itu lelucon yang bakal jadi bahan tertawaan “ngaca dong,”  ujar mereka suatu ketika dengan tawa puas.
Padahal orang China saja punya aturan tidak boleh menikah dengan orang non-China. Perempuan Arab tidak boleh menikah dengan laki-laki non-Arab.
Tapi mengapa hatiku memilih dia untuk aku cintai? Jika memang cinta itu bisa diatur kepada siapa dia harus berlabuh, mungkin aku tak akan duduk disini menunggunya setiap Sabtu.
 “Mengapa harus dia?” lagi-lagi hatiku menggerutu.
Aku hampir lelah dan mulai kecewa. Hot coklat yang ku pesan tak lagi mengepul. Laki-laki itu tak juga muncul.
Memang, sepertinya tak ada yang bisa seorang perempuan lakukan, ketika dia mencintai seorang pria, selain menunggu pria itu datang kepadanya.
Ah, aku perempuan yang percaya postulat itu ternyata. Tak ada yang bisa aku lakukan sekarang kecuali menunggu. Aku semakin kecewa.
Akhirnya, aku memutuskan pergi dari sini. Merelakan waktuku terbuang sia-sia demi menunggunya datang saat ini. “Aku pikir aku tak akan datang lagi,” aku bertekad.
Tapi sebuh suara yang tak asing bagiku menyadarkan lamunanku
“Kenapa kau memesan hot coklat, kalau kau membiarkannya dingin seperti itu, tampaknnya kau sudah lama menungguku, besok kau tak perlu menungguku lagi, karena aku akan datang lebih awal dan tak akan ku biarkan hot coklat yang kau pilih itu dingin sehingga kau akan memesan minuman yang lain karena lelah menungguku,” ujarnya
Gugup menyesaki tenggorokanku, aku tak bisa bicara apa-apa. Tapi, lagi-lagi, rasa fesimis menjalari benakku, “Benarkah, tak ada yang bisa dilakukan perempuan Arab dan gendut sepertiku ketika mencitai seorang pria oriental seperti dia?, tapi mungkin aku masih membunuh perasaan cintaku atau aku harus memesan minuman lain untuk aku pesan?”
Tapi satu hal yang pasti, aku tak akan menunggu lagi, karena setelah ini aku bisa menikmati hot coklat sepanjang waktu bersamanya.

Kamis, 30 Januari 2014

Cinta yang terdefinisi


"Andai kita seiman, gue udah jatuh cinta sama elu."

Itu kata-kata yang selalu ku ingat dari mulutmu setahun yang lalu. Jujur, aku tak bisa berkata apa-apa selain tersenyum pada takdir bahwa kita memang beda.

Kerukunan beragama memang punya teori batasannya. Tapi tidak untuk cinta. Cinta tidak hanya bisa bersemi pada persamaan, tapi juga pada perbedaan seekstim iman sekalipun.

Yang menjadi permasalahan adalah tentang mendefinisikan tentang sesuatu itu sendiri. Kita bergelut dengan kata iman, kita bergelut dengan kata cinta, tapi kita tak pernah mengerti apa itu.

Dua bulan yang lalu, kau memberi tahuku kabar bahagia. Seorang perempuan yang kau temui di gereja, akhirnya menjadi pacarmu. Dengan sangat antusias kau menceritakan tentang dia kepadaku. Yah, aku tahu. Kau baik dan pasti ada perempuan yang suka sama kamu.

Kisah muka bahagia itu hilang hari ini. Kita duduk di meja yang sama, tetapi dengan cerita yang berbeda. Dua bulan lalu, cerita itu tentang pertemuan. Hari ini, cerita itu berubah menjadi perpisahan.

Kebahagiaan dulu kini menjadi kesedihan. Kepercayaan diri dulu, kini berubah menjadi kerendahan diri. Kini tinggal cerita perpisahan dan dia menjadi rendah diri dengan seketika.

"Gua ga tahu kenapa, padahal perasaan gua udah ngelakuin apapun buat dia. Tapi dia malah deket sama orang lain." Tuturnya kesal.

Jujur, aku terdiam. Tidak tahu harus berkata apa. Tidak ada ide untuk menghiburnya. "Gue beliin lo eskrim ya?.". Hanya itu yang bisa ku lakukan.

Aku kembali ke meja membawa dua eskrim coklat dan menyodorkannya ke dia yang bermuka kecewa. "Udah, yang salah bukan elu kok, ga ada yang salah dari elu. Lu pernah bilang kan, kalau kita seiman, lo bakal jatuh cinta sama gue. Dan gue kayaknya berpikir hal yang sama.".

Ya, kamu tidak perlu menjadi ganteng dulu untuk aku sukai. Kamu tidak perlu menjadi lebih pintar dulu untuk aku kagumi. Hanya satu, merubah imanmu maka aku akan menjadikanmu imamku.

Ah, iman dan cinta berkejar-kejaran mencari definisi. Meminta untuk tidak dicampur adukkan. Mencoba mengasingkan untuk satu kata bisa bersama.

Kata-kataku padamu mungkin tak pernah menjadi solusi. Meskipun kita sama-sama tahu. "Kau tahu, cinta seharusnya seperti iman." Kataku memulai menjelaskan.

"Karena terlalu cinta pada Tuhan, ada kata iman. Kita tak akan berpaling, meski sungguh mengiginkan kebersamaan itu. Jika memang dia benar-benar cinta sama lo, seharusnya dia ga akan berpaling dari lo. Bersyukur saja, lo kini tahu sifat jeleknya dia sekarang.". Lanjutku.

"Sungguh, gua kecewa banget. Sakit banget dihianatin. Emang cewe kalau ngeliat cowo itu dari apanya sih?". Kekecewaan mu pun belum selesai.

"Semuanya adalah tentang definisi.  Bagaimana kita mendifinisikan cinta, iman, atau kebersamaan. Gue lebih suka jadi temen lo. Dimana gue masih dengan santai bisa ngobrol, cerita, makan bareng. Itu cara gue ngedefinisikan cinta dan kebersamaan." Jawabku.

Teringat guru matapelajaran kewarganegaraan waktu smp mengajrkan bahwa semua agama mengajarkan kebaikan. Mungkin agama dan iman punya banyak definisi. Tapi kebaikan hanya punya satu definisi. Kebaikan seorang manusia dan diterjemahkan dalam bahasa manusia lain itu selalu sama. Didefinisikan oleh hati nurani.

Dan jika cinta adalah tentang definisi harfiah, maka cinta akan dibatasi oleh rupa, bentuk, dan waktu. Dan tak akan ada cinta yang bertahan lama. Tapi jika hati sudah mendefinisi cinta, maka segala batas akan diterjang untuk satu keadaan, bersama selama-lamanya.

Aku belajar sesuatu dari ini. Kita hidup dalam ruang yang terdefinisi. Mendefinisikan cinta dengan hati yang tanpa batas sudah saya rasakan. Dan cinta memang begitu. Tanpa batas. Yang salah adalah, cinta untuk manusia yang hidup dalam ruang yang terdefinisi. Dan kita menerjemahkan cinta dalam definisi lain yang akhirnya terbatasi "Iman".

Kau memilih begitu, akupun juga. Memilih mencintai Tuhan kita masing-masing. Memilih pilihan-Nya, memilih memahami definisi cinta seperti mencintai-Nya. Kita tak perlu merasa bersalah karena pernah mencintai manusia yang salah. Karena mencintai yang benar hanyalah mencintai Ia.


KL 31 Januari 2014













Krisan Matahari


Siklus hidup berputar hari per hari nya. Seperti teori Newton. Semua seperti bergerak dan tak mau berhenti. Jalanan ini kulalui setiap hari pada waktu yang sama dengan pemandangan yang sama. Ibu-ibu berbelanja sayur selagi menunggu anaknya selesei sekolah. Pelayan Indomaret yang siap siap membuka tokonya. Juga, seorang bapak-bapak penjual bunga yang sibuk merangkai bunga setiap paginya.

Senyuman bapak penjual bunga pun tak pernah hilang setiap pagi ketika saya sedang berjalan santai, atau sedang lari-lari karena telat, atau sedang komat-kamit menghafal materi ujian. Bapak nya selalu tersenyum penuh kehangatan. Hingga suatu hari hujan turun saat aku sedang pulang menuju kosan. Bapak itu berteriak menyuruhku berteduh. Sejak itu, aku tahu banyak tentang jenis-jenis bunga, tentang merangkai bunga, juga tentang arti dari masing-masingnya.

"Adek suka bunga apa?", Tanya bapak itu kepada saya.

"Saya suka bunga krisan. Entahlah, saya sangat suka warna warninya. Oh iya Pak, saya mau beli ya, bunga krisan orange, 2 batang saja."

"untuk apa?"
"Saya suka pak, saya sudah beli gelas kaca tinggi. Nanti saya isi air, dan taruh bunga nya di meja belajar saya. Saya suka ada yang berwarna di atas meja. Apalagi bunga hidup. Saya merasa seperti terapi untuk menjalani hidup lebih hidup, lebih berwarna setiap harinya."

Akhirnya bapaknya memberi saya 2 tangkai bunga krisan orange, sambil bercerita kepada saya. "Saya sudah curiga, kamu pasti suka bunga krisan. Dari kepribadiannya kamu, bapak sudah tahu. Kamu itu ceria, seperti bunga krisan yang punya warna yang relatip cerah. Bungan krisan itu keceriaan."

"Oh iya, jadi kita bisa tahu sifat orang dari bunga yang dia suka?, waw menarik juga." Saya sangat terkejut melihat arti dibalik satu jenis bunga. Saya pun tertarik untuk bertanya tentang arti bunga yang lain.

Dan setelah itu, saya adalah pelanggan setia. Setiap minggu, saya akan membeli bunga krisan 2 batang, dengan warna yang berbeda. Selain karena suka, saya ingin berterimakasih karena mengajarkan saya banyak hal tentang bunga dan juga karena pejual bunga itu memberikan harga khusus untuk saya.

Pada satu malam, bapak itu menyambut kedatangan saya dengan terkejut. Karena saya baru dua hari yang lalu membeli dua tangkai krisan kuning dari toko bunga ini.
"lho, kenapa?. Bungan nya sudah layu lagi?". Tanyanya heran.
"Saya bukan mau beli bunga krisan pak, tapi saya mau bertanya tentang menanam bunga matahari pak."
"Lah, kamu jadi berpindah kesukaan?, kenapa jadi tanya bunga matahari?, lagian kamu mau menanamnya di kosan?"
"Saya masih penggemar krisan kok pak, hanya saja saya punya proyek baru sekarang. Saya mau menanam bunga matahari. Bisa ga ya dalam waktu dua bulan bunganya sudah ada?. Terus kalau saya tanam itu di plastik atau pot bunga, bisa tumbuh ga ya pak?. Terus apa saya harus siram setiap hari?, apa cahayanya harus cukup, atau tidak?."

Bapak penjual bunga itu tersenyum melihat muka saya yang penuh pertanyaan berceloteh tiada henti. Dia menjelaskan semuanya secara detil. Hingga pada satu pertanyaan, "kamu memang mau memberi kesiapa?, spesial banget kayaknya?".

"Itu teman saya minta tolong saya untuk menanam dan merawat bunga matahari ini. Rumah dia jauh pak, lagian dia juga mau berikan bunga nya sama temen perempuannya yang fans berat bunga matahari. Teman saya ini mau ngasih kejutan dihari ulang tahun perempuan itu bulan Desember nanti.".

"Temen kamu itu laki-laki toh?," Tanya bapak penjual bunga lagi.

"Iya, makanya dia minta tolong saya merawatnya.".
 
"Wah hati-hati dek, nanti kamu lho yang disukain temen kamu."

"Ah masa?, ga mungkin pak. Temen saya ini suka banget sama perempuan pecinta bunga matahari itu. Dia curhat ke saya ampe galau banget mau nembak perempuan itu.".

Bapaknya hanya tertawa lebar, dan berkata "Kamu benar-benar seperti bunga krisan ya. Masih murni. Suatu hari kamu akan faham".

Aku yang masih belum faham dengan ucapan bapak penjual bunga ini dibuat melamun sepanjang jalan menuju kosan. Aku berpikir tentang maksud bapak penjual bunga tadi tapi belum juga menemukan jawabannya.

__________________________________________

Kehidupan tetap berputar. Berjalan tanpa henti. Waktu mendekati Desember, tapi tak terlihat sekuntum bunga matahari pun mekar setiap pagi. Aku memang belum sempat mencoba menanam bunga matahari itu. Setelah bapak penjual bunga itu bilang, susah untuk menanam bunga kwaci itu.

Desember datang, cerita romantis tentang seikat bunga matahari sebagai hadiah ulang tahun pun hilang sudah. Sang perempuan dipersunting laki-laki pilihan kakeknya. Tak ada lagi harapan untuk bisa menyatakan cinta pada perempuan matahari itu. Kini hanya kegalauan menyelimuti temanku.

Aku kini dilanda kebingungan. Entah bagaimana caranya menghibur teman yang sedang patah hati. Mengajaknya nonton, atau makanpun sudah. Akhirnya aku memilih tak menyinggung satu katapun baik tentang perempuan matahari itu, atau pun bunga matahari. Membiarkannya bercerita ngelantur, mendengarkannya. Juga hanya berusaha memehaminya.

Tapi sejak saat itu ada yang berbeda. Cerita cinta bunga matahari berubah. Ada yang aku fahami dari cerita ini. Cerita cinta bunga krisan yang tak pernah aku mengerti.

Setelah sekian lama tak datang membeli bunga, aku datang menemui bapak penjual bunga itu lagi untuk membeli seikat bunga untuk teman saya yang sedang wisuda. "Kamu kemana aja?," tanya nya.

"Saya ada pak, hanya lagi sibuk ujian akhir semester aja."
"Gimana bunga mataharinya?, lalu gimana temen kamu itu jadi ngasih bunga mataharinya? jadi nyatain cinta ga?". Tanya nya sambil tetap sibuk merangkaikan satu bunga untukku.

"Tak ada pak, tak ada ucapan cinta. Tak ada bunga matahari.". Aku menceritakan semuanya. Sampai dia bertanya satu hal yang membuat saya diam lagi.

"Lalu perasaan kamu gimana?, lega atau tidak?".

Lega?, entahlah saya tak tahu. Betapa jahat kalau aku berlega hati saat temanku dilanda kegalauan yang sangat sesak.

"Saya  krisan pak, bukan bunga matahari. Bentuknya mirip. Tapi tak sama. Yang sama adalah kita sama-sama bunga. Kita sama-sama perempuan. Kita sama-sama perlu waktu untuk mejadi mekar, dan ada waktu tertentu untuk disiram air."

"Hahaha..., kamu belajar apa dari cerita ini?, apa kamu sudah tahu perasaan kamu yang sebenarnya?," Tanyanya penuh dengan kehati-hatian.


"Entahlah, saya ga tahu.", Jawabku penih kebimbangan.

"Kamu tahu, setiap perempuan itu suka bunga. Setomboy apapun dia, sekeras apapun hati perempuan itu, pasti dia suka bunga. Tentu mereka akan suka jika diberi bunga. Apalagi diberi bunga mawar merah seribu tangkai." Dia memberiku serangkai bunga krisan warna-warni yang sudah sangat cantik berbaluk pita pink. Dia tersenyum melihat mukaku yang penuh tanya memahami kata-katanya tadi.

Dia masuk lagi mengambil tiga tangkai krisan warna merah, orange, dan kuning. "Ini gratis untuk kamu. Tapi kamu boleh ambil sepulang nanti kamu ke kosan, saya akan simpankan ini untuk kamu ambil ya!".

Aku masih belum mau pergi. Masih ingin tahu ceritanya berlanjut. Dia tahu, aku masih berharap dia melanjutkan ceritanya. Lalu dia duduk disampingku.

"Kamu tahu, arti dari memberi itu bukan dari benda yang diberikan. Kalau perempuan matahari itu sangat suka bunga matahari, lalu kamu berikan dia bunga matahari, dia tentu sangat senang. Tapi bukan karena bunga mataharinya, tapi dia tahu bahwa kamu memahaminya.".

"Berarti aku juga tahu dong bapak memahami saya kalau saya suka krisan?". Tukasku.

"Ya, bapak tahu karena bapak penjual bunga. Wajar kalau bapak tahu. Tapi kalau teman kamu yang ngasih kamu krisan, kamu akan mengartikan apa?. Apa kamu juga berharap teman kamu memberikan kamu serangkai krisan penuh warna, seperti dia mau memberikan bunga matahari pada perempuan itu?".

Saya berpikir beberapa saat untuk menjawabnya. Lalu bapak penjual bunga itu menyuruh saya pergi ke acara wisudanya, dan menyuruh saya mencari tahu jawabannya.

Seikat bunga itu, aku berikan kepada temanku yang sedang wisuda. Ada kebahagiaan yang kutangkap dari wajahnya. Semua melakukan hal yang sama. Berbagai macam bunga, tapi satu arti. Yaitu satu rangkai bunga untuk ucapan selamat atau kelulusan, usaha kerja keras, karena hari ini adalah ada momen, wisuda. Sebanyak apapun bunga yang diberi, maknanya tetap satu. Tersembunyi bersama momen kemeriahan wisuda. Momen, waktu, kesempatan, itu yang menjadi rahasia dari memberi. Arti itu tersembunyi pada waktu.

Teringat bapak penjual bunga memberiku krisan gratis karena pada waktu ini dia ingin memberi tahuku tentang cinta perempuan krisan yang tersembunyi dalam waktu.

Aku pulang dari wisuda. Mampir ke toko bunga untuk mengambil tiga tangkai krisan yang diberikan bapak penjual bunga gratis untukku. Sambil tergopoh-gopoh dan suara sesak aku memberikan jawaban untuk diskusi tadi. "Saya sudah tahu jawabannya pak. Saya ga akan bahagia menerima satu atau seribu krisan dari teman saya saat ini. Waktunya terlambat. Dia terlambat memahami saya".

Bapaknya tersenyum dengan mengacungkan jempol dan berkata, "Saya percaya bahwa arti krisan yang lain itu adalah kemurnian. Dan itu, kamu.". Dia menyodorkan tiga tangkai krisan untuk saya dan satu majalah yang mengupas tuntas tentang bunga krisan. "Saya hanya meminjamkan saja. Jadi tolong kembalikan ya!".

Aku pulang dengan tiga tangkai krisan dan sekuntum senyum penuh arti. Aku tahu kalau semua perempuan suka bunga. Kita sangat suka diberi bunga.  Tapi, ada waktu dan kesempatan yang membuat krisan tak hanya sekedar keceriaan, atau mawar tak hanya sebagai tanda cinta. Kita perempuan punya waktu untuk mekar. Punya waktu untuk disiram air. Dan kita pun bisa layu dipetik atau pun tidak, ada waktunya kita harus layu.

KL, 30 Januari 2014.