Rabu, 19 Agustus 2015

The Fikr "Sadarilah" - Lirik

Saya pernah hafal lagu-lagu nasyid the fikr satu album. Dan hari ini, saya kembali ke salah satu lagu yang sangat nostalgic.



Perjalanan hidup manusia
Menempuhi alam dunia
Menghabiskan waktu yang tiada lama

Perjalanan hidup manusia
Menempuhi alam dunia
Menghabiskan waktu yang tiada lama

Hu u huuuu
Hu u huuuu
Hu u huuuu

Usia bertambah semakin senja
Tiada serasa tak tersadar
Semakin dekatlah kematian
Akan menjelang tiba

Sadarilah usia amanah dari Illahi
Sadarilah kita pasti kan dimintai
Pertanggung jawabannya pada Illahi

Hu u huuuu
Hu u huuuu
Hu u huuuu

Ha a haaaa
Ha a haaaa
Ha a haaaa

Usia bertambah semakin senja
Tiada serasa tak tersadar
Semakin dekatlah kematian
Akan menjelang tiba

Sadarilah jalani hidup ini penuh makna
Sadarilah pastikan ia berarti di akhirat
Yang abadi

Perjalanan hidup manusia
Menempuhi alam dunia
Menghabiskan waktu yang tiada lama

Usia bertambah semakin senja
Tiada serasa tak tersadar
Semakin dekatlah kematian
Akan menjelang tiba

Sadarilah jalani hidup ini penuh makna
Sadarilah pastikan ia berarti di akhirat
Yang abadi

Sadarilah usia amanah dari Illahi
Sadarilah kita pasti kan dimintai
Pertanggung jawabannya pada Illah

Sadarilah jalani hidup ini penuh makna
Sadarilah pastikan ia berarti di akhirat
Yang abadi

Ayah

Ayah saya adalah orang yang humoris. Jujur, saya kurang dekat dengan dia. Saya jarang berdiskusi, curhat, atau meminta saran. Apa-apa perizinan akan saya minta lewat ibu saya. Saya tidak tahu apa-apa tentang dia, dan saya ragu dia cukup mengenal dan tahu tentang saya.

Kala itu, saya masih kuliah di UI, mungkin semester 6. Ada seorang laki-laki  datang ke rumah. Kami mengenalinya. Seorang pria mungkin berumur 30 tahunan pernah tinggal beberapa hari di rumah kami untuk penelitian dari kampusnya. Dia dan beberapa orang lainnya tinggal di rumah saya, karena lokasi tempat dia penelitian tidak jauh dari rumah saya.

Dari setelah penelitian itu, dia berkenalan dengan saya, dengan alasan kita sama-sama orang UI. Saya tidak keberatan jika harus menambah teman. Tapi tentunya teman yang tidak menggangu. Saya cukup terganggu dengan caranya mendekati saya. Entah kenapa saya sangat membencinya. Dan saya ceritakan hal ini ke ibu saya.

Hari itu dia datang, dan disambutlah dengan ayah saya. Saya yang kala itu sedang libur semester dan ada di rumah, kaget. Dan tidak mau menemui nya. Teringat ibu saya menyuruh saya lari ke kebun. Demi tidak harus menyapa nya. Ibu saya hanya diam, menyiapkan minum dan makanan untuk tamu ini. Dan dia disambut dan mengobrol dengan ayah saya. Saya tidak tahu apa alasan dia datang ke rumah. Saya juga tidak tahu apa yang mereka obrolkan.

Sepulang dari kebun, saya dapati orang itu sudah pergi. Dan mulailah ayah saya bercerita tentang maksud kedatangan orang itu ke rumah. Ayah saya bilang, dia datang untuk melamar saya.

Dia : "pak, saya ingin bertanya, apa sudah ada orang yang berjanji dengan bapak untuk anak bapak fahmi?".
Ayah : "yang berjanji dengan saya sih belum ada, tapi saya tidak tahu apa ada yang berjanji dengan anak saya langsung atau tidak".

Diantara sekian cerita ayah, yang sangat saya ingat adalah part itu. Ayah saya mengenal saya. Dia sudah melakukan tugas sebagai ayah dengan sangat baik.
Dengan berusaha tidak menyakiti hati orang itu, ayah saya sudah merangkai kata penolakan dengan sangat baik. Saya peluk ayah saya waktu itu. Saya tidak pernah bercerita, atau berdiskusi banyak. Tapi dia tahu saya.