Minggu, 29 November 2015

Saya pun berhak bahagia

Semakin tua, semakin banyak badai menerpa dalam hidup. Dalam banyak sisi, dalam banyak bentuk. Dahulunya setiap masalah yang datang, akan diselesaikan satu persatu, dipikirkan berhari-hari. Jika kesalahan ada pada diri saya sendiri, maka akan diingat untuk diperbaiki.

Akhir-akhir ini hidup mengajarkan saya untuk bertanya, apa itu salah? dan apa itu benar?. Tapi di sisi lain, perlukah pertanyaan itu?.

Semakin tambah tua, semakin banyak masalah datang. Terkadang masalah datang tanpa aba-aba, tanpa permisi, dan terkadang datang  bergerombolan dalam satu waktu.

Tapi ternyata, masalah datang itu tidak untuk selalu kita pikirkan semua. Kadang mungkin dia datang hanya untuk say hello saja.  Kadang untuk meramaikan saja. Ada masalah yang penting atau tidak. Masalah yang perlu solusi urgent atau tidak. Ada masalah yag perlu dipikirkan, atau banyak masalah harus kita anggap angin lalu saja. Salahkah?. Ya berpikir untuk menyelesaikan semuanya menjadi tidak efektip. Sepertinya hanya untuk jadi pelajaran saja.

Ibu saya selalu menasehati, jauhi masalah dengan banyak orang. Hindari. Akhirnya, sudah sangat lama saya tertekan masalah-masalah yang datang dan saya timpakan pada diri sendiri. Saya berpikir, setiap masalah yang datang adalah kesalahan saya. Saya stress, menangis, kadang dengan hal-hal yang sepele. Ibu saya betul, tapi akan saya tambahkan.

Saya punya kesimpulan lain untuk ini. Yang berhak menentukan kita salah atau benar itu ya Allah. Manusia meneriaki kita penyebab masalah, manusia meneriaki kita sebagai kesalahan, sekalipun mereka meneriaki anjing sekalipun, mereka berteriak atas apa yang mereka fahami. Bercampur dengan ego, bercampur dengan informasi dari banyak pihak, yang entah itu berita kesekian kali. Pada akhirnya, saya hanya bertanya kepada sang Khalik, sehina anjingkah saya?. Sebegitu salahnya kah saya sebagai manusia?.

Akhirnya juga, dibeberapa hal dalam hidup, saya memilih masalah itu sebagai angin yang harus saya pelajari. Hanya dinikmati, tak perlu dipikirkan bagaiman rumus angin itu berlalu. Biarkan dia berisik, biarkan angin masalah itu berbisik. Saya hanya menyiapkan hati untuk menikmatinya.

Saya berhak untuk bahagia. Bukan dengan merasa diri paling benar. Tidak juga dengan merasa tidak bersalah. Saya hanya ingin bahagia dan saya hanya perlu menyelamatkan diri saya sendiri. Saya memilih untuk bahagia, dan bersemi di hidup saya sendiri. At least.

Karena itu, saya berhenti bersikap menyalahkan diri saya sendiri. Berhenti untuk menjelaskan betapa tidak bersalahnya saya kepada orang-orang, berhenti membenarkan perbuatan saya dengan satu alasan kuat. Saya tidak punya kekuatan untuk meredam kebencian, meredam masalah. Saya hanya bisa berdoa.

Saya hanya membiarkan saya orang berkata apa tentang saya. Saya tidak lagi mencoba perduli. Ada hidup saya yang saya harus selamatkan, ada diri saya yang punya hak nya untuk bahagia. Haters are going to be hated. Sibuk saja dengan Allah, yang tahu isi hati sekalipun kita berpencitraan baik, tapi Allah tak perlu penjelasan. Sibuk saja apa yang akan Allah liat untuk saya. Yang akan Allah judge untuk saya. Manusia biarkan saja.