Rabu, 27 Januari 2016

Sepatu kaca dan aturannya

"Lebih baik mempersiapkan semua dengan baik, daripada bertemu banyak masalah di negeri orang"

Saya belum bisa di bilang seorang backpacker, lebih pastas di bilang traveller, karena beberapa kali pergi ke beberapa negara ada acara tertentu, dan nyambi jalan-jalan. Saya juga bukan yang sudah pergi ke banyak sekali negara. Tapi, saya cukup banyak belajar dari setiap perjalanan yang sudah saya lakukan.

Saya terpikir untuk membuat tulisan ini karena kemarin ketika saya melakukan check in, ada 3 counter yang di buka. Tapi antrian sudah sangat panjang di belakang. Dengan wajah orang-orang yang hampir mengamuk di belakang.
Saya check in di bandara KLIA, dan kebetulan saya dapat antrian ke 3. 2 orang di depan saya dan termasuk saya diperbolehkan check in terlebih dahulu ketiga counter yang ada. Saya harus berdiri sekitar 10 menit atau mungkin lebih, bukan karena saya yang bermasalah, tapi system di counter saya tetiba rusak. Jadinya saya harus menunggu.

Dan masalah terjadi di dua counter yang lain.

Yang satu counter, terlihat 2 orang check in (pasangan suami istri), dengan membawa 2 luggages besar. Mereka tidak boleh check in karena overload. Dan terkadang aturan cabin jelas hanya bisa 7 kilo saja. Ketika mereka berusaha mengurangi isi bagasi mereka, artinya bawaan cabin mereka jadi banyak dan overload juga.

Di counter yang satu lagi, berdirilah bapak-bapak membawa 3 luggage tidak terlalu besar. Dan mungkin tidak berat. Tapi aturan dari maskapai yang akan kami tumpangi untuk ekonomi saver hanya memperbolehkan bawa bagasi 1 saya tidak lebih dari 23 kg. Untuk ekonomi value, diperbolehkan bawa 2 bagasi dan masing-masing tidak boleh lebih dari 2 kg juga. Sengotot apapun kita, penjaga counter tidak terima karena itu aturan.

Mereka kebingungan, karena membayar tambahan pastilah mahal banget. Tapi merayu mbak/mas counter pun tidak di izinkan. Saya melihat kebelakang dan melihat banyak muka suram dan marah. Bayangkan chaos di buat oleh satu atau dua orang, dan berakibat ke banyak orang.

Setiap maskapai mungkin punya aturan masing-masing. Aturan transit, aturan bagasi allowance yang berbeda. Cabin allowance juga berbeda-beda. Yang penting mau baca saja. Mau pusing mencari, membandingkan. Juga setiap negara punya aturan apa-apa saya yang boleh dibawa dan tidak. Berapa banyak rokok yang diperbolehkan, ada yang tidak memperbolehkan bawa daging, buah-buahan. Daripada rugi uang di denda, kena pajak, mending cari tahu dulu sebelum pergi.

Ada mungkin kalanya kita lolos dari random check, di lain hari kita kena random check. Males banget emang baca semuanya aturan-aturan yang ada. Setiap negara punya aturan yang berbeda. Tapi lebih baik bersiap dari pada dapat masalah di negara orang.

"Kalau pergi dengan lancar, bukan hanya tenang untuk kita. Tapi juga tidak jadi masalah untuk orang lain. Masalah travelling itu macem-macem. Di negara ini begini, di negara itu begitu. Kita lihat foto orang-orang yang bagus-bagus, kemana-mana, tapi ketahuilah dibalik foto-foto yang bagus itu ada banyak perjuangan yang harus di lalui. Searching banyak informasi. Ada setumpuk pengalaman yang harus di pelajari, di interospeksi. Kalau kita sudah bisa mengatasi hal-hal yang remeh temeh di travelling kita yang pertama, di travelling yang dekat-dekat, pasti kesempatan akan datang lagi kepada kita untuk mengajak kita pergi ke yang lebih jauh, pergi ke tempat yang lebih bagus, dan mungkin dengan masalah yang lebih banyak. Hidup kan begitu."

Ibarat kalau kita mau pakai sepatu kaca, pastilah tidak dibisa dipakai ke gunung.

Rabu, 06 Januari 2016

Sleeping pill bermerek "maaf"

Kebanyakan students, menjadi kecanduan kafein selama menjadi mahasiswa. Berusaha menahan kantuk demi tugas, ujian, dan deadline. Sampai pada saatnya, kita menjadi kebal kafein dan langganan maag akut.

Itu tidak berlaku untuk saya. Cukup mudah membuat saya terjaga, bukan dengan kopi. Tapi hanya dengan kecemasan. Deadline, ujian, sudah cukup menjadi sumber untuk tetap bangun siang malam.

Yang aneh adalah sekarang, ini ketiga kalinya dalam hidup saya, saya meminta obat tidur ke dokter. Saya hanya perlu tidur. Itu saja. Sudah malam ke empat saya tidak bisa tidur.

Yang lebih anehnya lagi, siang haripun saya tunggu kantuk datang. Tapi, dia tak tahu dimana. Saya tidak ngantuk, tapi saya tahu saya sangat lelah.

Insomnia saya kali ini bukan bersumber dari deadline, ujian, atau yang lainnya. Saya pun tidak tahu kenapa. Saya pun sampai bertanya, kenapa begini.

Di malam ke empat, pukul 3 pagi.  Saya meminun obat yang berefek samping mengantuk.  Berharap dia datang. Pukul 4 pagi pun tiba, kepala saya sakit. Dan keluarlah air mata saya.

Saya akhirnya tahu, apa alasannya. Saya pun tahu, apa yang terjadi pada saya. Jawabannya adalah karena saya belum memaafkan. Itu saja. Saya belum memaafkan orang lain, dan juga belum memaafkan diri saya sendiri.

Senin, 04 Januari 2016

Berkelana

Ada seorang perempuan mengembara mencari arti. Mencari hal yang paling berharga dalam hidupnya. Bermimpi ini itu. Berencana ini itu. Dihadapinya ketakutan ketakutan hidup. Dilaluinya kesusahan kesusahan hidup. Dijumpainya mimpi mimpi yang dia rencanakan. Tapi dia lupa, bahwa yang berharga untuknya bukan mimpi mimpinya. Bukan juga pencapaian pencapaiannya. Dia lupa, bahwa yang berharga itu tidak lebih jauh daripada bayangannya sendiri. Yang berharga itu dirinya.