Sabtu, 26 November 2016

Lubang Cacing



Bertahun-tahun sudah membentengi masa lalu. Berharap, kenangan-kenangan waktu dulu tak akan merusak hari-hari sekarang. Bertahun-tahun juga mengubur semua kenangan-kenangan itu. Berharap, aku tak akan mengingatnya lagi. Benteng tebal itu, sedikit-sedikit aku buat dengan rasa gensi terbesar yang saya punya. Gengsi untuk mengingat-ngingatnya lagi.

Entah kenapa, Tuhan tiba-tiba mengutus seseorang untuk menggerogoti lubang itu. Seperti membentuk lubang cacing yang menghubungkan waktu dulu dan waktu sekarang. Dan kini, kenangan-kenangan itu seperti sedang berusaha mengetuk pintu, berteriak-teriak meminta aku membukakan pintu untuk mereka. "Oh tidak... Jangan masuk, aku mohon... Jangan pernah datang.. Jangan pernah menggangu ku lagi..." Lirihku.

Aku berusaha sekuat tenaga menahan pintu itu supaya tidak terbuka. Tapi, aku bisa mendengar mereka seperti sedang berbisik di balik pintu. Karena aku menyadari benteng yang tadinya tebalpun, kini hanya setipis gendang telinga. Getaran kenangan-kenangan itu kini merambat pada selaput-selaput otak. Menggali kuburan kenangan-kenangan tentang amarah, luka, dan masa indah waktu dulu.

Dan kini, aku hanya sedang mendengarkan bisikan-bisikan itu yang semakin kuat. Aku tersungkur pasrah seperti tak ada pilihan untuk menutup telinga. Dan aku baru tahu, kalau marah yang dulu itu masih sama sekarang. Ternyata perdebatan dan maaf-maafan dulu itu, hanya formalitas. Ternyata luka itu masih hanya tertutup plester yang tak pernah betul-betul terobati. Dan akhirnya aku tahu, betapa kerdilnya aku. Betapa pengecutnya aku.

Dan aku masih bertanya, kenapa kau datang sekarang? Untuk apa datang sekarang? Setelah sekian lama aku memisahkan kenangan-kenangan itu, kenapa sekarang?.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar