Sabtu, 24 Oktober 2015

Iman dan sepenggal maaf

Ingin rasanya memulai tidak peduli dan mulai membela diri. Tapi, mulut akan senantiasa kaku, hanya ingin satu hal, menutup telinga dan tidak dengar. Menutup mata agar tidak melihatnya naik darah. Dan ingin rasanya menaikan volume suara, demi satu hal, membela diri.



Tapi setiap kali, aku memilih diam. Memilih mendengar dan melihatnya begitu padaku. Lalu hanya bisa menangis dan berharap dia mengerti tanpa perlu penjelasan.



Beberapa kali meminta pada Tuhan, semoga dia mengerti tanpa penjelasan. Beberapa kali meminta pada Tuhan, semoga hati ini dikuatkan. Beberapa kali mencoba tidak peduli, tapi memilih peduli demi hati yg tidak berubah menjadi keras. Beberapa kali memilih tidak menyalahkan diri, tapi memilih meminta maaf dengan alasan, aku beriman.



Bukan kah iman begitu, tidak pernah merasa paling benar. Dan menolak untuk memperbaiki diri? Menolak rasa bersalah untuk lari? Iman tidak selemah begitu. Iman untuk menguatkan untuk mendengar yg benar dengan tidak selalu merasa benar.



Apa itu benar apa itu salah. Siapa yang benar dan siapa yang salah. Dan haruskah selalu maaf itu menunjukan sesuatu yang salah?. Haruskah meminta maaf itu selalu kepada orang yg benar?.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar