Minggu, 20 September 2015

Bakat, kesempatan, dan tuntutan


Banyak hal terjadi dalam hidup kita adalah sebuah pilihan. Kita memilih untuk begini. Sekalipun tersesat, itu karena pilihan untuk menjadi tersesat.

Saya rasa, saya adalah orang yang tidak menyia-nyaiakan kesempatan. Dan saya dengan sadar bahwa saya bukanlah orang yang bisa bertoleransi kepada kondisi yang tidak saya suka. Mengetahui sifat ini menurut saya sangat penting untuk memutuskan jalan hidup ke depannya.

Ada banyak orang berkutat dengan satu keinginan, yang mungkin susah baginya untuk dicapai. Saya rasa, tidak ada salahnya hidup mempunyai ambisi. Dan berusaha untuk mendapatkannya. Tapi, ketika hal itu belum di dapat, perlukah bertahan?. Haruskah berganti tujuan?. Haruskah menukar mimpi?.

Saya bisa bilang, jika kita tidak mau menukar mimpi itu, maka ubahlah caranya. Ubahlah cara untuk menggapainya. Atau, ubahlah cara kita melihat mimpi kita itu.

Suatu hari di kelas fisika Struktur Nukleon di UI dulu, seorang dosen bercerita. Hidup kita itu adalah pencarian. Kalau orang itu tahu bakat dirinya, lalu hidup dengan mengembangkan bakat itu, maka sukses lah orang itu. Tapi banyak orang di dunia ini, yang berkerja, berkarya, bukan dari bakatnya. Terkadang cukup untuk kata hidup, mencari uang, mencari popularitas, atau banyak orang di dunia ini hidup dengan cara yang sama seperti orang lain buat. Menjadi berbeda itu seperti memalukan. Menjadi berbeda itu seperti tidak normal. Akhirnya banyak hidup yang bukan menjadi dirinya.

Tapi inilah hidup. Ada kata kesempatan yang mungkin datang untuk kita cobai. Memilih untuk mengambil kesempatan itu, dan belajar untuk bertahan. Bertahun-tahun bahkan sampai akhir hayatnya tidak pernah menjadi dirinya. Salahkah orang itu?. Saya rasa tidak. Orang itu sudah belajar banyak hal.

Ada banyak orang, menukar mimpi nya karena tuntutan. Tuntutan keluarga, tuntutan hidup, tuntutan politik, dll. Lalu bertahan begitu. Salahkah?.

Kita punya mimpi, tapi adakah kesempatan?. Kalau yang kehidupan tawarkan adalah kesempatan lain, kenapa tidak dicoba saja. Mungkin kita akan menemukan kita yang lain, bakat kita yang lain. Jika salah jalan, ada istilah kembali ke titik awal. Terlambatkah?. Ah, tidak perlu khawatir. Kita banyak belajar dari apa yang salah itu lebih baik daripada tidak belajar sama sekali sekalipun ada di jalan yang benar.

KL, 21 September 2015

Tidak ada komentar :

Posting Komentar