Senin, 07 September 2015

Tidak ada mimpi yang sederhana


Suatu hari, saya pernah melihat acara TV. Bintang tamu waktu itu adalah Gita Gitawa. Dia ditanya alasan mengapa ia memilih London sebagai tempat buat dia belajar. Jawabannya adalah karena waktu umur tujuh tahun, dia pernah dibawa ayahnya pergi ke London. Dan dia bermimpi, suatu hari dia ingin belajar di sana.

Mendengar itu saya teringat, ketika ibu saya pernah bilang. Dia ingin sekali naik pesawat. Kemanapun itu, dia ingin sekali naik pesawat. "Mungkin suatu hari insya Allah ingin naik haji". Katanya.

Seorang Gita Gutawa mempunyai mimpi ingin belajar di UK sejak umur tujuh tahun. Saya sewaktu tujuh tahun sibuk melogikakan kenapa bumi itu bulat, kenapa ada siang dan malam. Mimpi kita sederhana, ingin makan pizza. Makanan yang hanya kita jumpai di iklan-iklan TV kala itu. Pizza yang tidak di jual di warung-warung kampung.

Di umur saya yang masih tujuh tahun kala itu, saya tidak tahu UK, CERN, fisika. Mimpi kita sederhana, dibelikan tas bergambar tokoh F4 yang popular kala itu. Kadang berpikir, beruntungnya jadi Gita Gutawa. Tapi jika dipikir ulang, bagi kita, naik pesawat pun adalah cita-cita. Sesuatu yang sedrhana menjadi sangat berkesan ketika pertama kali menaiki pesawat. Bagi kita, makan pizza jadi cerita. Dan bagi kita hal yang sederhana itu tidak pernah kita sepelekan. Beruntung nya jadi saya.

Baik Gita Gutawa, atau pun ibu saya. Mereka sama-sama punya mimpi. Apapun itu mimpinya, bukankah mimpi itu selalu berarti bagi orang yang memimpikannya?. 

Lalu, di sebuah drama korea, ada satu cerita yang saya akan selalu ingat. "Mimpi itu tidak pernah ada ukuran kecil besarnya. Karena setiap mimpi itu selalu berarti untuk orang yang memimpikannya".

Jangan takut bermimpi. Seperti anak kecil yang bebas ingin menjadi siapapun. Yang penting ada kemauan. Mimpikan terus, dan terus usahakan. Begitu kata ka Haryo di berita viva.co.id hari ini yang saya baca.

KL, 7 September

Tidak ada komentar :

Posting Komentar